GURU YANG ” HIDUP’
Oleh :
Pujiono,S.Si,MM
Guru juga manusia yang tak lepas dari godaan nafsu alamiah, wajar jika masih
ada keinginan hidup yang lebih baik. Namun tentunya ikhtiar sekuat tenaga untuk
memberikan yang terbaik bagi generasi penerus bangsa hendaklah dilakukan pula. maka
mempersiapkan diri menjadi pribadi guru yang berkompenten sangatlah penting dipersiapkan
agar semua seimbang. Guna mengiringi profesi kemulianya sebagai pencerah bangsa.
Ditangan Gurulah washilah-perantara
pembentuk karakter anak bangsa.
Mengingat setiap anak memiliki potensi, perilaku yang unik dan berbeda-beda.
Ada yang keras, tegas, sampai minder dan
banyak ulah. Tentunya diperlukan guru yang berkompen dimana mampu
memahami setiap ciri karakter anak diatas. Dari situ diharapkan mampu meningkatkan
kualitas belajar anak Guru yang kompenten didalamnya ada ruh “hidup” dari
setiap kata dan hati yang selalu seiya sekata. Bukan guru yang pandai
berkata-kata namun isi hatinya berbeda. Karena Masih banyaknya hal dari
persoalan rumah, pribadi, agenda tugas dan lain sebagainya. Sudah saatnya
berubah wahai para guru, ikhlas tidak ikhlas, professional atau tidak
professional waktu akan melaju dan akan termasuk orang yang rugi bila
kesempatan didepan kelas tersebut disia-siakan begitu saja.
Menjadi guru yang “hidup”
adalah jawabnya, guru yang selalu menghidupkan suasana saat pembelajaran, berfikir,
bergerak mencurahkan tenaga dan pikiran untuk perkembangan anak didiknya. Bukan
guru yang “mati” alias mandeg (jumud)
tak ada kreasi, inovasi hanya menjalani rutinitas yang ada. Sememtara waktu
melaju dan perkembangan tehnologi dan informasi berubah, apa jadinya anak didik
jika guru tak kreatif. Bekal yang sedikit tentunya susah untuk memberikan yang
banyak pada anak. Guru yang “hidup” bisa diindentifikasi dengan ciri yakni:
- mencitai profesi, dengan mencintai apa yang dilakukan menjadi berisi penuh arti, berbeda dengan ketika tidak dilandasi cinta, maka semua hanya kamuflase belaka. Guru yang mencintai profesinya akan selalu riang senyum –salam sapa kepada siapapun dalam kondisi bagaimanapun. Selain itu akan senatiasa melakukan atau memberikan yang terbaik buat peserta didiknya. perjumpaan dengan siswa hal yang dirindu, bukan momok yang membuat malas. Maka seorang guru akan memberikan terobosan-terobosan demi perkembangan anak didiknya. Meningkatkan kompentensi profesi dengan tanggap dan sigap segala perkembangan yang ada. Memasang mata dan telinga unntuk menyadap informasi sebanyak-banyaknya untuk diberikan anak didik sesuai kebutuhanya.
- mensyukuri profesi, selain syukur dengan lesan, dapat ditandai dengan berusaha meningkatkan kualitas diri dengan membaca buku supaya banyak wawasan. Jadi guru sekaligus murid yang selalu belajar. Tak ada kata berhenti dalam membaca. Ingatlah tidak semua manusia diberi kesempatan yang sama, sebagai pelita dan penerang kegelapan adalah profesi yang mulia jadikan ini semua motivasi.
- meneladankan diri, keteladanan adalah kunci dalam pembelajaran, tanpa adanya sebuah keteladanan seribu teori tak akan berarti. Dan guru adalah figur yang menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan. Sehingga ada pepatah ” guru kencing berdiri, murid kencing berlari” sebuah gambaran bahwa seorang guru harus selalu bisa menjaga etika dan estetika di setiap tempat. Segala tingah laku guru aan menjadi sorotan. Maka mau tidak mau harus bisa meneladankan diri dimanapun jua.
- menginspirasi dan memotivasi, seorang guru selain sosok yang jadi panutan juga seorang inspirator dan motivator bagi peserta didik. Kisah laskar pelangi adalah contoh kongret seorang ibu Muslimah yang bisa menjadi pembakar semangat bagi anak-anak meskipun dengan segala keterbatasanya. Seorang inspirator harus peka dan jeli akan ide dan gagasan, sehingga hal ini tidak mungkin bisa dilakukan seorang guru yang hanya duduk-diam-domblang-domblong dikelas, namun guru yang energik,sigap, dan penuh kreatif.
- membebaskan, guru yang mampu ”membebaskan” dari permasalahan diri dan muridnya. Maksudnya banyak kejadian karena masalah keluarga yang melilit keluarga kemudian dibawa-bawa ke depan kelas saat mengajar dan anak yang jadi sasaran kesalahan. Ini namanya seorang guru yang tidak mampu membebaskan diri dari belenggu yang dia alami sendiri, bagaimana mampu membebasan belenggu orang lain dari rasa malas, kebodohan dan lain sebagainya. Membebasaan dalam artian luas dapat diartikkan membebaskan dari ketidak sadaran menjadi sadar akan tugas dan kewajiban, membebaskan dari keterpurukan menjadi bangkit dan maju, dari keterbelakangan menjadi pembaharu.
Dari hal tersebut diatas sangat
mudah terwujud bila hati dan jiwa bersatu, dimana guru adalah panggilan hati,
bukan sekedar pelarian atau prestise stastus belaka. Tak berlebihan bila mengutip
pendapat Al-Ghazali bahwa guru sejati adalah : Ikhlas mengajar karena Allah
semata, penuh kasih sayang kepada murid dengan memperlakukannya seperti
anak sendiri, penyabar, cerdas-kreatif dan bersungguh-sungguh mencegah
muridnya dari akhlak tercela. Semoga bisa menginspirasi kita semua.