SALAH SATU SISI IBADAH
Oleh : HA ROSYAD SHOLEH
Oleh : HA ROSYAD SHOLEH
Allah SwT berfirman dalam surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 : “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya’buduuni”. Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku”. Menurut ayat ini, tujuan penciptaan manusia adalah agar dalam hidupnya, manusia selalu beribadah kepada Allah. Artinya, dalam perjalanan hidupnya, dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun, manusia harus selalu beribadah kepada Allah. Tidak ada ruang kosong dan waktu luang bagi manusia, melainkan harus diisi dengan ibadah.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah ibadah itu dan bagaimana ibadah itu harus dilakukan?Berdasarkan Keputusan Tarjih, ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan menaati segala perintah-perintahnya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan oleh Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu.Dengan pengertian semacam itu, maka sepanjang perjalanan hidupnya, manusia dapat melakukan ibadah. Di samping shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya, yang merupakan ibadah khusus, manusia juga dapat melakukan ibadah umum, yaitu semua kegiatan, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, masyarakat maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, yang dilakukan dengan niat karena Allah dan dikerjakan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syara’. “Menunaikan hak diri pribadi, sesuai dengan perintah Allah, seperti makan, minum, menuntut ilmu adalah ibadah. Menunaikan kewajiban kemasyarakatan sesuai dengan perintah Allah adalah ibadah. Mengolah alam guna dimanfaatkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia adalah ibadah. Memberikan makan binatang yang kelaparan adalah ibadah. Bekerja mencari nafkah untuk mencukupkan kebutuhan diri pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggungannya adalah ibadah. Dalam sebuah Hadits riwayat Thabrani dan Baihaqi dari Anas dan Ibnu Umar, pernah para sahabat Nabi melihat seorang pemuda yang nampak sehat dan kuat, hidup bekerja mencari nafkah. Para sahabat menyayangkan mengapa ia tidak mempergunakan kekuatannya itu untuk berjihad di jalan Allah. Mereka berkata kepada Nabi: ‘Ya Rasul Allah, alangkah beruntungnya bila ia ada di jalan Allah’. Nabi menjawab : ‘Jika ia keluar mencari nafkah bagi kedua orangtuanya yang telah lanjut usia, ia ada di jalan Allah, tetapi jika ia keluar untuk mencari sesuatu guna menampak-nampakkan kebaikan kepada orang lain dan guna berbangga-bangga diri, maka ia ada di jalan setan’. (Ahmad Azhar: Falsafah Ibadah dalam Islam)Berdasarkan uraian di atas, fungsi ibadah, baik ibadah umum maupun ibadah khusus adalah untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Di samping itu,ada satu fungsi lagi yang sangat penting, yaitu ibadah juga berfungsi sebagai wahana riyadhah untuk mendidikkan nilai moral atau nilai akhlak tertentu. Setiap ibadah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji, di dalamnya terkandung apa yang disebut pesan moral. Harga sebuah ibadah ditentukan oleh sampai sejauh mana kita dapat menangkap dan menjalankan apa yang menjadi pesan moralnya. Apabila ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita, maka ibadah itu tidak bermakna. Dengan perkataan lain, karena tidak melaksanakan apa yang menjadi pesan moralnya, maka ibadah itu menjadi sia-sia.Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, pada suatu ketika Rasul Allah saw bertanya kepada para sahabat: “A tadruna mal muflisu?. Qalu : ‘Al Muflisu fina man la dirhama wa la mata’a’. Qala : ‘ innal muflisa min ummati ya’ti yaumal qiyamati bi shalatin wa shiyamin wa zakatin, wa ya’ti qad syatama haza, wa qazafa haza, wa akala mala haza wa safaka dama haza wa dharaba haza. Fa yu’tha haza min hasanatihi wa haza min hasnatihi, fa in funiyat hasanatuhu qabla an yuqdha ma ‘alaihi akhaza min khatayahum fathurihat ‘alaihi tsumma thuriha fin nar’” (rawahu Muslim). Artinya : “Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”. Para sahabat menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda : “Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka.Menurut hadits ini, orang yang bangkrut itu adalah seseorang yang pada hari kiyamat nanti datang menghadap Allah dengan membawa pahala shalatnya, pahala puasanya, pahala zakatnya dan sebagainya. Ketika sedang dipeiksa, datang seseorang mengadu : ‘Ya Allah, orang ini sewaktu hidup di dunia dulu telah mencaci maki saya’. Maka, diambillah sebagian pahalanya dan diberikan kepada orang yang mengadu tadi. Kemudian datang lagi orang mengadu: ‘Ya Allah orang ini sewaktu di dunia dulu telah menuduh saya melakukan perbuatan jahat, padahal saya tidak melakukannya’. Maka diambillah sebagian pahalanya dan diberikan kepada orang yang mengadu tadi. Demikianlah seterusnya datang para pengadu yang lain, sampai habis pahalanya. Sementara itu masih juga datang para pengadu yang lain. Maka diambillah sebagian dosa dari para pengadu dan ditimpakan kepada orang yang berbuat aniaya tadi. Setelah itu orang tersebut dilemparkan ke dalam neraka.Mengapa Islam sangat mementingkan dan menekankan prinsip moral atau prinsip akhlak itu? Ini disebabkan, karena keutusan Rasul Allah Muhammad saw adalah untuk membangun dan menyempurnakan akhlak. “Innama bu’itstu li utammima makarilmal akhlaq”. Oleh karena itu seluruh ajaran Islam diarahkan untuk menyempurnakan akhlak. Ibadah shalat misalnya, salah satu fungsinya adalah untuk membentuk akhlak mulia. Allah SwT berfirman dalam surah Al-’Ankabuut ayat 25 : “Dan tegakkanlah shalat, karena shalat mencegah perbuatan keji dan munkar’. Demikian pula ibadah puasa, tujuannya adalah pembentukan manusia takwa, yaitu manusia yang berakhlak mulia. Allah SwT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” . Kalalu ada orang yang menjalankan ibadah khusus, tetapi akhlaknya tetap buruk, Islam tidak menghitung ibadah itu. Ketika kepada Rasul Allah dikatakan: “Ya Rasul Allah, ada yang berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk melakukan qiyamullail, tetapi dia menyakiti hati tetangganya dengan lidahnya”. Rasul Allah menjawab,: “Dia di neraka”.l
Tidak ada komentar:
Posting Komentar